Bandung: Memori Masa Lalu dan Diriku yang Baru

Kali ini aku datang dengan cerita yang agak menye-menye, mungkin.
Perjalanan ke Bandung kali ini memang agaknya tak terlalu ambisius, pun berkesan dalam.
Segalanya disusun seperti biasa, hanya agak lebih berpengalaman dari perjalanan yang dulu-dulu.
Namun, aku pergi membawa diriku di masa lalu untuk kucerminkan dengan diriku yang baru.
Apa yang aku lakukan di Bandung?

Rencana khusus ada, jelas. Aku memutuskan berhenti dari pekerjaan full time pertamaku usai kuliah. Keputusan gila menurut beberapa teman. Namun, menjadi keputusan yang teramat dinantikan oleh orangtua di rumah. Lelah dan beberapa alasan kesehatan yang lain aku ajukan, dan ya tentu saja alasan sekolah lagi menjadi salah satu yang terdepan dalam surat pengunduran diri itu.

Setelah itu kuputuskan aku harus pergi, menghirup udara baru, bukan ke Jogja, tapi ke tempat yang sama sekali baru. Bandung menjadi salah satu pilihannya kala itu. Selain karena tiket kereta yang cukup murah untuk dibeli dengan sisa-sisa gaji, perjalanan singkat juga masih mungkin aku tempuh.

Jadilah aku benar-benar pergi ke Bandung. Dengan transit terlebih dahulu di Jogja karena kehabisan tiket langsung. Jogja agaknya kurang rela diduakan menjadi 'Kota Penyembuhku'. Perjalanan cukup menyenangkan. Ditempuh malam hari. Agak ngantuk dan capek, tapi kukira wajar. Karena durasi dan juga usia.

Beberapa menit sebelum sampai Stasiun Kiaracondong, aku menyaksikan pemandangan menawan. Mirip-mirip lampu-lampu di perbukitan Batu, but better karena aku datang dalam keadaan sedih. Karena habis resmi nganggur mungkin, haha. Lampu-lampu itu seolah mengucapkan selamat datang padaku, "Sedihmu akan kusedot habis."

Yeah, aku menginjakkan kaki di Bandung sekitar pukul setengah empat subuh. Cukup dini untuk masih melihat gelapnya malam. Usai salat subuh, aku mulai bergerak mencari tujuan. Daftar destinasi Bandung kali ini sebenarnya sudah disusun rapi dan lengkap, bahkan dengan tarifnya. Entah kenapa di detik aku sampai, rasanya aku cuma membatin, "Oke, mari kita ke manapun suasana hatiku membawa." Maaf buat teman yang menemaniku dalam perjalanan kali ini, destinasi kita jadi agak kacau. Nanti aku balas di lain kesempatan, dengan perjalanan yang dirancang balik sesuai suasana hatimu. Hahaha.





Alun-alun dan Jalan Asia Afrika menjadi destinasi pertama perjalanan ke Bandung kali ini. Sungguh tidak jelas. Amat sangat tidak jelas. Di benakku aku masih terus berpikir, "Oke, mari kita jalan. Jalan ke mana saja." Sungguh, maaf untuk temanku yang kecapekan karena harus jalan, benar-benar jalan saja.

Sehari itu tak ada banyak hal yang kulakukan. Hari sempat hujan deras dan membawa diriku semakin merasa ragu untuk membawa perjalanan ini menjadi menyenangkan.

Setelah cukup tidak jelas dengan berjalan-jalan, aku beranjak mencari tempat tinggal, sementara. Setidaknya buat menampungku dan membuatku punya tujuan pulang selama di Bandung. Dan ya, aku memilih hotel capsule lagi.

Aku suka bertemu orang baru. Di tempat seperti itu, kebanyakan penginapnya adalah pelancong dan mereka selalu punya cerita menarik untukku. Menenggelamkan diri dalam cerita orang yang agaknya setipe denganku selalu menjadi hal yang membahagiakan. Lalu, apakah aku bertemu orang baru itu? Ya! Aku mendapatkan banyak.






Kubilang aku pergi ke Bandung dengan membawa diriku yang baru. Diriku yang dewasa. Namun, tentu saja, diriku di masa lalu memberontak keluar. Salah satu destinasi di Bandung yang tak tergoyah oleh suasana hatiku, cuma satu. Bosscha Observatory di Lembang. Hanya itu. Karena itu, entah sedemikan macetnya, entah bagaimanapun caranya, aku harus ke sana.

Perjalanan ke Lembang yang hemat kulakukan dengan naik angkot, hanya 10 ribu saja. Murah untuk menembus kemacetan dan rencana perjalanan yang cukup banyak kukacaukan.

Datang ke Bosscha membuat kupu-kupu dalam perutku berterbangan. Memori diriku yang bahagia di masa kecil hanya dengan nonton "Petualangan Sherina" berkeliaran dalam otak. Aku bisa melihat masa lalu hanya dengan menatap kubah raksasa dalam observatorium itu. Aku yang dulu. Aku yang tak pernah mempermasalahkan bagaimana nantinya aku dewasa harus bertahan hidup.

Temanku bertanya soal destinasi selanjutnya, kubilang terserah dia. Aku cukup dengan ini. Sejujurnya aku tak lagi mau berkeliling Bandung di sisa hariku. Aku hanya cukup dengan di sini. Memandang lama ke arah yang sama. Berharap ada lubang besar yang menyedotku ke masa lalu agar tak harus kubawa diriku yang baru.

Bandung mungkin menjadi pilihan ke sekian yang akan kudatangi kembali. Kota ini menyimpan segala sedihku. Ragu agaknya datang kembali, takut memori-memori sedih yang sudah diminta kota ini akan menempel kembali padaku. Makasih, ya Bandung.






Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Job Seeker's Life: 1

Main ke Korea Festival di Surabaya

Hotel Capsule di Malang: One Day Trip Series