Nikah Saat Pandemi: Double Trouble, Double Happiness
Aku tak pernah membayangkan akan menikah secepat ini, apalagi di saat pandemi. Sudah kaget tiba-tiba menikah, kaget pula karena semua rencana dituntut tiba-tiba berubah 180 derajat.
Begitulah akhirnya kisah kami yang sempat mengambang dipermukaan kini
telah stabil berlayar. Setelah proses meyakinkan perasaan, kami lanjut ke
proses izin-izin orangtua dan kemudian sudah tiba-tiba melesat jauh ke jenjang
yang amat sangat serius. Kalau ditanya gimana ceritanya, aku selalu sebal kalau
tidak ada yang percaya saat kubilang "Aku juga nggak tahu gimana".
Semua proses berlangsung kilat luar biasa. Tiba-tiba sudah memutuskan lamaran hingga
penyusunan segala acara pernikahan.
Lalu datanglah pandemi ini. Covid-19 di Wuhan sudah merebak masuk ke
Indonesia yang kala itu disambut santuy oleh pemerintah. ehem ehem apalagi sama
Pak Menteri Kesehatan. Kesel juga kalau inget ini. Pak, hallo bapak nih menyumbang
stresku yang kudu ngubah-ngubah rencana dan berusaha membuat banyak pihak
merasa seikhlas diriku.
Menikah di saat pandemi rasanya luar biasa. Acara yang sudah disusun
mendadakn hampir 100 persen diubah. Bagaimanapun juga kalau dipikir-pikir,
Tuhan mungkin sedang berusahamembuatnya mirip impian-impianku, sih.
Pandemi ini membuat kami harus menikah di KUA, yap dulu memang sempat
berkeinginan menikah begini juga, tapi nggak kepikiran karena pandemi sih.
Acara resepsi sementara ditunda, kami cuma adakan pengajian kecil dan makan-makan
bersama sedikit keluarga usai acara akad di KUA. Menikah dengan sekala kecil.
Impianku juga. Ah, tapi agaknya beberapa orang menganggap pernikahan kami agak menyedihkan
karena harus berlangsung seperti ini. Padahal nih ya, kami yang menikah dengan
biaya hemat dan lebih sakral ini agaknya happy happy aja. wakakak.
Kami mensyukuri ini sebagai bagian dari rencana Allah. Semuanya, dari
awal pertemuan kami yang kilat sampai pernikahan kecil ini. Kebahagiaan rasanya
tidak pernah kurasakan seindah ini. Kuakui untuk memutuskan menikah bukanlah
hal yang mudah. Sampai sekarangpun kadang masih ragu apakah aku bisa menjalani
kehidupan pernikahan? Dengan bekal yang tak sebanyak suami, apakah aku mampu menjadi
seorang istri yang mampu mengimbanginya? Dengan keadaan pandemi yang sesulit
ini apakah kami mampu melewatinya berdua sebagai sepasang suami istri? Tapi,
yasudahlah, percaya kepada Allah adalah satu hal yang kuat kupegang, selama aku
percaya Ia ada, maka bagaimanapun sulitnya aku menjalani kehidupan pernikahanku
ini, meski sering nangis karena bingung harus ngapain, aku percaya akan selalu
ada jalan. :)
Komentar
Posting Komentar